Rubrik Usaha, Bisnis jajanan Kue Modal Kecil Saja
Selasa, 28 Desember 2010
Bisnis jajanan kue keberadaannya kian menjamur. Namun demikian, bukan berarti pelaku usaha bisnis ini makin mengecil. Sebaliknya, mereka justru terus melebarkan sayapnya. Optimistis bahwa potensi pasar jajanan akan terus ada.
Christine Wuryanano, salah satu pelaku usaha jajanan Cupbol membuktikan itu. Belum genap setahun terjun ke bisnis ini, kini ia setidaknya telah memiliki 100 mitra usaha dalam bentuk Business Oportunity (BO).
“Waktu itu saya iseng-iseng, karena sebelumnya saya dan suami sudah membuka usaha lain di bidang garmen dan pendidikan. Tapi karena saya dan keluarga suka makan, saya pun iseng bikin jajanan yang unik dan punya nilai jual dengan kemasan menarik,” kata wanita 44 tahun ini.
Ide membuka usaha kuliner lantaran bisnis ini tak ada matinya. “Makanan ringan seperti jajanan atau kudapan kalau unik dan murah pasti cepat lakunya. Apalagi kalau proses dan bahan bakunya sehat,” lanjut Christine.
Mengandalkan keterampilan tangannya, Christine mengolah adonan tepung terigu, mentega, telur ayam, gula, menjadi bola-bola kecil. Setelah itu, bola-bola ini digoreng tanpa minyak. Jajanan mirip mini donat tanpa lobang tengah ini kemudian dikemas dalam wadah cantik. Benar-benar menggugah selera.
Untuk kemasan berisi empat bola dijual Rp 4.000, kemasan berisi delapan bola Rp 7.500. Rasanya bervariasi, mulai Ragout Lovers, Cupbol Chocolate Corner, Cupbol Strike Happines dengan topping beraneka rasa, keju, abon, cokelat, selai, irisan kacang, suwar-suwir daging ayam bakar, sapi panggang, balado, jagung, ikan salmon. Bisa pilih sesuai selera.
“Modal awalnya dulu hanya Rp 10 juta, kini setiap hari omzet minimal Rp 375.000 di luar Sabtu–Minggu. Jadi sebulan paling apes bisa mengantongi Rp 11,25 juta,” ujarnya.
Saat ini, gerai yang dikelola sendiri ada tiga, di Ngagel Jaya Selatan (depan kampus Swastika Prima), depan kampus UPN, dan depan kampus Unair. “Namun, mitra saya sudah ada 100 tersebar di berbagai kota, mulai Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Lumajang, Tulungagung, Jakarta dan Bali,” terang Christine.
Sistem yang ditawarkan baru dalam tahap kemitraan, dengan biaya Rp 9,5 juta (gerobak dorong) atau Rp 16,5 juta (gerobak becak). Cupbol belum dikategorikan bisnis yang bisa di-franchise (waralaba)-kan, karena masih tergolong BO.
“Saya tidak menarik franchise fee maupun royalti fee. Dana Rp 9,5 juta hanya gerobak dan isinya, resep, pelatihan, hingga perlengkapan seragam karyawan,” jelasnya.Untuk mempercepat promosi, ibu dua anak ini sering mengikuti pameran waralaba maupun pameran UKM lainnya. “Saya tularkan ilmu wirausaha ini ke anak saya yang masih SMA. Meskipun dia masih sekolah tapi sudah punya dua gerai GoCrunch –semacam kudapan juga di Royal Plaza dan depan kampus Swastika Prima Ngagel Jaya Selatan,” urai Christine.
Ia mengaku, tak menyoal jika pelaku usaha makanan kudapan saat ini terus menjamur. “Nggak masalah. Pasti ada saja yang beli, selama usaha kita punya keunikan, kualitasnya bagus dan harga terjangkau pasti laku!” yakinnya.Tahun depan, jika modal sudah terkumpul, Christine berniat membuka Rumah Cupbol. “Lihat bagaimana pasar nanti, kalau responsnya terus membaik, mudah-mudahan keinginan itu segera terwujud,” harapnya.
Banyak bank dan lembaga keuangan lainnya yang berniat membiayai ekspansi usaha, namun ia mengaku belum berminat karena pengembangan usaha tidak bisa asal-asalan tanpa memperhitungkan kompetitor.“Dulu BEP saya cuma dua bulan, kalau mitra saya rata-rata 3-4 bulan. Ada juga yang tidak sampai dua bulan, tergantung lokasi usahanya juga,” pungkas Christine.
0 komentar:
Posting Komentar